Jumat, 06 April 2012

Hukum Perikatan

Nama: Indah Utami Lestari
Kelas: 2EB09
NPM:23210504


Definisi Hukum Perikatan

Perikatan dalam bahasa Belanda disebut“ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.

Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi 2 yaitu undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen).

a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar   Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
menurut hukum terjadi karena perbuatan yang diperolehkan ( sah ) dan yang bertentangan dengan hukum ( tidak sah ).

3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).

Asas-Asas Dalam Hukum Perikatan  

Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.

1. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat.
Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, denagn pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.

2. Asas konsensualisme
       adalah perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.

Hapusnya Perikatan
           
         Bab IV Buku III KUH Perdata mengatur tentang hapusnya perikatanbaik yang timbul dari persetujuan maupun dari undang-undang yaitu dalampasal 1381 KUH Perdata. Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa ada delapan cara hapusnya perikatan yaitu :

1. Pembayaran
2.Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
3.Pembaharuan utang (inovatie)
4.Perjumpaan utang (kompensasi)
5. Percampuran utang.
6. Pembebasan utang.
7.Musnahnya barang yang terutang
8.Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.

Adapun dua cara lainnya yang tidak diatur dalam Bab IV Buku III KUH Perdata adalah :
- Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I).
-  Kedaluwarsa (diatur dalam Buku IV, Bab 7).

SUMBER:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar